
Photo of a woman tending a market stall. Photo by Devi Puspita Amartha Yahya on Unsplash.
World Bank atau Bank Dunia telah merilis laporan dengan judul Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang membahas sejumlah analisa dan solusi yang dapat dilakukan Indonesia dalam meningkatkan kinerja perpajakan secara nasional.
Berdasarkan laporan tersebut, World Bank menyebutkan kinerja perpajakan Indonesia merupakan salah satu yang terburuk di dunia, bahkan paling rendah jika dibandingkan dengan negara lain di wilayah regional yang sama. Hal ini dinilai berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan juga rasio pajak Indonesia yang hanya sebesar 9,1% di tahun 2021,
Selain itu, World Bank juga menjelaskan bahwa berdasarkan analisa mereka, potensi penerimaan yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan Dalam Negeri masih di bawah potensi yang seharusnya. Celah penerimaan untuk jenis PPN dan PPh Badan di Indonesia mencapai 6,4% dari PDB.
Rata-rata penerimaan pajak Indonesia yang berhasil terealisasi untuk periode tahun 2016 hingga tahun 2021 mencapai angka Rp800 triliun atau setara dengan 5,4% dari PDB. Sedangkan potensi penerimaan pajak yang seharusnya bisa terealisasikan dengan berbagai jenis ketentuan yang berlaku seputar perpajakan seharusnya bisa mencapai angka Rp1.384 triliun atau 9,1% dari PDB.
Dalam situasi atau benchmark yang lebih ideal, angka penerimaan pajak Indonesia bahkan berpotensi untuk mencapai Rp1.744 triliun atau 11,8% dari PDB untuk periode tahun 2016 hungga 2021. Adanya celah kepatuhan pajak membuat Indonesia kehilangan sekitar Rp548 triliun dan celah kebijakan juga menimbulkan potensi kehilangan sebesar Rp396 triliun.
PPN dan PPh Badan, yang dinilai oleh World Bank merupakan salah dua sumber penerimaan pajak terbesar, kurang dioptimalisasi penerimaannya sehingga menyebabkan banyaknya potensi yang hilang.